Selasa, 18 Oktober 2016

JESICA DAN HAKIKAT KEADILAN (Helo DARMAWAN SALIHIN)

                           Sidang pengadilan untuk menjerat Jesica Kumala Wongso yang terus bergulir dalam proses panjang yang melelahkan telah memasuki tahap puncak.  Hingga saat ini dakwaan yang ditujukan kepadanya sepertinya semakin sulit untuk membuktikan bahwa Jesicalah pelakunya. Banyak sudah para ahli yang dihadirkan. Banyak pula pendapat dan kesimpulan yang diutarakan oleh para ahli tersebut. Parodi keadilan yang dipertontonkan justru menghasilkan  kebingungan baru yang tentu saja menjadi sulit bagi hakim untuk membuat kesimpulan. Kondisi ini justru menghasilkan rekaman perilaku hukum para penegak hukum yang tentu saja kurang menghadirkan kualitas beracara yang semestinya digunakan dalam seluruh rangkaian proses peradilan kasus ini. Jaksa yang diberi mandat negara untuk memastikan kebenaran materil dari dakwaan terlihat seperti kurang mendalami keseluruhan materi dakwaannya. Saksi yang dihadirkan serta bukti-bukti yang disampaikan terkesan terlalu memaksa. Hingga detik ini Jesica masih mampu mengelak seluruh tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
                          Kondisi yang kita saksikan saat ini bagi saya adalah sebagai akibat dari proses awal yang terkesan terlalu gegabah dalam penanganan kasus ini oleh penegak hukum. Fakta telah terjadi insiden  di area publik yang seharusnya gampang mendapatkan saksi, menemukan bukti dan kalau saja konsisten pada standar penanganan kasus yang ditentukan menjadi asal muasal kepeningan yang dirasa oleh semua yang terlibat dalam proses sidang saat ini. Penetapan Jesica sebagai terdakwa tunggal pasca kejadian, menurut saya merupakan hal pemicu yang tidak mendasar dan terkesan memaksa. Bagaimana mungkin, dengan bukti dan saksi yang masih samir Krishna Mukti dan jajarannya berani menetapkan terdakwa secara meyakinkan. Hanya  ada dua fakta persidangan yang sering digunakan untuk menuntut sesorang dalam kasus. Pertama adalah saksi dan kedua adalah alat bukti. Saksi bisa termasuk pelaku yang diperkuat oleh saksi lain yang dimintai keterangan.
                        Dari perkembangan kasus, terungkap bahwa   tidak satupun saksi yang menyaksikan  Jesica memasukan bubuk sianida mematikan tersebut dalam kopi vietnam di Oliver Cafe.  Banyak orang yang hadir saat itu, tidak satupun yang mampu dimintai oleh penyidik untuk memberikan kesaksian tentang kasus ini. Dan rekaman CCTV yang diandalkan itu tidak juga mampu secara meyakinkan membuktikan adanya proses memasukkan bubuk sianidan ke dalam kopi maut tersebut. Fakta lain adalah kehadiran Darmawan Salihin ayah almarhumah Mirna yang cerewet itu. Bak harimau lapar yang mengekspresikan sikap perlindungan dan pembelaan yang paripurna bagi anak kesangannya membuat pria ini terkesan mendominasi seluruh rangkaian acara penyelidikan terhadap kasus ini yang hasilnya tentu saja telah kita saksikan dalam proses persidangan. Kata-katanya tajam dan menggurui. Cara menyampaikannya  cendrung emosional dan meledak-ledak. Dia  fasih memberikan keterangan meyakinkan tentang runutan kejadian dan kesimpulan-kesimpulan berani yang cerdas.  Dari gaya bicara dan penampilannya seakan dia hadir saat kejadian. Dan saya justru tidak melihat sedikitpun tentang perasaan kehilangannya.
                      Dengan menetapkan secara prematur Jesica Kumala Wongso sebagai tersangka tunggal pembunuhan Mirna, otomatis energi seluruh tim penyidik terkonsentrasi kepada Jesica. Seluruh hal tentang Jesica dibedah secara maksimal. Jesica benar  ditelanjangi bulat-bulat sejak saat itu. Masa lalunya, rekam jejaknya tidak satupun dilewatkan. Kondisinya saat inipun juga menjadi santapan empuk pembedah kasus. Bahkan dari cara mereka berteori seakan apa yang terjadi oleh Jesica ke depan sudah dapat mereka ungkapkan. Sungguh hebat sekali kerja mereka. Jelas dan mendetail sekali. Segala sesuatu tentang Mirna pasti terang benderang. Pertanyaannya benarkah perjalanan kasus ini bergulir apa adanya?
                      Ketika konsentrasi pendalaman kasus terlalu terkonsentrasi pada Jesica menyebabkan seluruh materi pengungkapan kasus tertuju kepada Jesica. Peran para pihak lain yang juga secara ruang waktu dan tempat juga bisa berpeluang dilakukan oleh orang lain di luar Jesica praktis tidak diperhatikan. Banyak sekali kemungkinan pihak lain juga ikut terlibat. Dari perjalanan pembuatan kopi hingga berada di tangan Jesica, adalah ruang kemungkinan yang bisa ditelusuri dan didalami. Pertanyaannya kenapa hanya Jesica saja yang dituduh padahal masih ada Rangga, Masih ada Hany. Jika seluruh rangkaian metode pengungkapan kasus termasuk hal-hal tambahan yang ditimpakan kepada Jesica dilakukan juga pada pihak lain itu, saya kira proses pengungkapan kasus menjadi lebih seimbang dan adil.  Poin inilah yang menjadi pertimbangan kami sebagai awam melihat perjalanan kasus ini seperti ada skenario lain yang tidak terungkap tetapi memperlihatkan sinyal kuat ke arah sana.
                      Bahwasanya jika Jesica benar sebagai pelaku pada akhirnya harus dibuktikan dengan bukti-bukti pendukung dan keterangan saksi yang valid. Dinamika persidangan yang disaksikan menunjukan proses penyidikan dan penyelidikan serta hasil-hasilnya yang dilaporkan terkesan sangat dipaksakan. Aneh bin ajaib, ketika kesimpulan yang dibuat secara meyakinkan berasal dari teori-teori yang tentu saja merupakan pengalaman orang lain yang direkatkan ke kasus ini justru menjadi pertimbangan utama penuntutan. Psikologi seseorang tidak menjadi dasar untuk menyimpulkan penyebab tindakan seseorang. Karena situasi bathin manusia tidak permanen dan sangat bergantung pada situasi tertentu yang dialami seseorang pada saat itu. Lain soal jika orang itu adalah orang gila  karena psikologi orang gila bisa langsung disimpulkan dan biasanya bersifat permanen.
                            Terhadap fakta ini, hal-hal yang diungkapkan oleh Darmawan Solihin sejak awal yang dengan tegas telah menyimpulkan tanpa pendasaran yang kuat bahwa Jesicalah pembunuh Mirna adalah materi utama yang dilimpahkan penyidik ke jaksa penuntut umum. Hal-hal yang direkatkan sebagai materi pendukung yang selanjutnya dianggap sebagai bukti-bukti itu adalah sesuatu yang diambil ambil secara paksa untuk melegalkan kesimpulan itu. Bagaimanapun, kesimpulan yang buru-buru dan mendasar itulah yang tidak dapat kami terima sebagai landasan materi pengungkapan kasus. Saya justru melihat, kelatahan dan vokalnya Darmawan Salihin mengindikasikan ada keterkaitan antara meninggalnya Mirna dengan hal tersebut, Sekali lagi walaupun kesimpulan ini dangkal dan tak mendasar tetapi psikologi ayah yang kehilangan anak tidaklah seperti yang Darmawan Solihin tunjukkan. Bahkan justru sebaliknya dia bisa disangkakan menjadi penyebab kematian anaknya sendiri.
                           

Selasa, 26 Maret 2013

TELAAH PERNYATAAN PANGDAM DIPONEGORO ATAS KASUS PENYERANGAN LAPAS CEBONGAN JOGJAKARTA

Mayor Jenderal Hardiono Saroso Panglima Kodam IV Diponegoro menegaskan penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (23/3/2013) dinihari tidak ada hubungannya dengan Satuan Kopassus.

"Pelaku adalah kelompok tidak dikenal, dan tidak ada hubungannya dengan Kopassus," kata Hardiono di Lapas Sleman, seperti dilaporkan Antara. (Dia sangat mengetahui bahwa yang menyerang adalah kelompok tak dikenal). Ada kelompok tak dikenal di bawah ketiaknya tetapi  dia sendiri  lagi tidur nyenyak.

 Pernyataan  yang disampaikan dengan sangat emosional dan tergesa-gesa ini memperlihatkan kepada kita bahwa beginilah orang Indonesia kalau lagi punya kuasa. Orang ini merasa dirinya adalah orang paling berkuasa di dunia ini, paling tahu semua hal yang terjadi di dunia ini dan paling pintar sendiri. Luar biasa!!!!  Kesan ini sangat kuat kita tangkap dari caranya memberi pernyataan, kalimat yang digunakan dan materi pernyataan yang seakan-akan tidak ada lagi orang lain yang berada di sekitarnya.

Pandangan sepihak ini sengaja saya ungkap karena secara normatif saya merasa ada yang janggal dari semua pernyataan yang disampaikan Sang Jenderal.  Pertama, Sang Jenderal terlalu dini menyimpulkan bahwa yang menyerang itu bukan bawahannya. Logikanya, mengapa kalau bukan bawahannya yang punya ulah,  Bapak Jenderal begitu sibuk memberikan pernyataan bantahan yang tak berdata itu. Adakah para pihak yang telah menuduh Sang Jendral  sebelum  memberikan pernyataan itu? Kalau memang ada, tarik dia dan usut!!! Polisi saja yang tupoksinya jelas untuk itu terkesan sangat hati-hati memberikan keterangan tentang kasus ini.  Kedua,   Sang Jenderal ketika memberikan pernyataan terlihat sangat emosional. Tanggapan atas pertanyaan media yang biasa-biasa saja, dijawab dengan nada dan suara yang tinggi serta mendominasi pembicaraan. Ini lagi-lagi menyiratkan kepada kita bahwa sikap Sang Jenderal yang satria itu sangat tidak nampak. Adakah Sang Jenderal sudah divonis bersalah atas kasus ini? Ketiga, pada setiap sesi pernyataan, Sang Jenderal selalu menyampaikan kata-kata ancaman untuk tidak menggaggu anggotanya.  Konteks masalah yang sedang terjadi adalah penyerangan lapas bukan pembunuhan  Briptu Santoso.  Terlalu latah mengait-ngaitkan pembunuhan Briptu Santoso dengan penyerangan lapas.  Dari sejumlah kesan yang tertangkap publik dari cara dan materi pernyataan yang disampaikan jelas terlihat bahwa Sang Jenderal bisa disangkakan terdapat  hubungan antara hal yang dibantahkan dengan masalah ini. 

Rakyat telah melihat semuanya. Apa yang telah terjadi pada Briptu Santoso juga menjadi duka kita semua.  Namun seyogyanya semua pemimpin melihat ini sebagai persoalan yang harus dicari jalan keluarnya bukan malah menambah-nambah pelik persoalan. Pertanyaan kritis yang ingin saya utarakan di mana profesionalitas para pembela negara yang selama ini sudah sangat dicintai rakyatnya? Masih adakah kekuatan yang tersisa jika kita mendapat cobaan invasi dari pihak luar. Kalau keadaan peminpin seperti ini, dapat dipastikan kita akan menyerah sebelum bertempur......!!!!




Selasa, 26 Juni 2012

AGRIBISNIS SELARAS ALAM

CATATAN  LEPAS :
"PEKAN FLORA DAN FLORI NASIONAL KE-V TAHUN 2012, DI MEDAN SUMATERA UTARA"

(Bagian 1)

Waktu menunjukkkan tepat pukul 16.21 WIB saat roda pesawat Boeing 347-900ET  Batavia Air menyentuh landasan Bandara Polonia Medan dengan  guncangan sedikit keras sehingga membangunkan saya dari tidur lelap sejak lepas landas dari Bandara Soetta Jakarta. Terdengar suara merdu pramugari menyampaikan informasi standar operasional keamanan dan keselamatan penumpang dengan tekanan agar para penumpang saat turun tidak melupakan barang bawaan di kabin pesawat. Ketika pesawat benar-benar berhenti di apron, kamipun segera beranjak dari tempat duduk masing-masing mengambil bagasi kabin dan keluar dengan tertib.

Tiba di terminal kedatangan,  kamipun saling mengecek anggota masing-masing untuk memastikan semua anggota rombongan lengkap.  Secara keseluruhan rombongan  kami dari NTT berjumlah 34 orang yang terdiri dari petani dan petugas pengawal kabupaten dan propinsi. Dari Kabupaten Ngada kami bertiga. Berangkat dari bandara Eltari Kupang  pagi harinya jam 07.00 WITA, tanggal 18 Juni 2012, transit di Soetta dan melanjutkan ke Medan pada jam 13.32 WIB. Suhu panas kota Medan menyambut kami ketika keluar dari pintu kaca terminal kedatangan.  "Wah.. ternyata Medan sangat panas ya..." kata Bapak Mikael Raga, salah satu anggota rombongan kami dengan wajah sedikit tegang. Maklum, saya dan Pak Mikael berasal dari kota dingin sehingga agak kerepotan dalam menyesuaikan dengan suhu udara panas. " Mungkin karena kebakaran hutan di sekitar wilayah sini... Kae", timpal saya  sekedarnya sebagai bahan pengalihan  materi. Hal ini terlihat dari  jarak pandang kami dari pesawat yang memang sangat minim ketika mendarat tadi. Kamipun langsung di antar menuju Hotel Darrusalam dekat Mesjid Darussalam Medan yang terkenal itu. Dari sini jaraknya menuju tempat pelaksanaan kegiatan cuma 8 menit jalan kaki.  Hari itu,  kegiatan kami cuma orientasi penginapan dan penguasaan jalur ke lokasi pekan yang cukup dekat tersebut. Yang penting bagi saya dan rombongan di bawah koordinasi saya adalah dimana tempat makan, kualitas menu, tempat praktek dokter terdekat dan akses internet yang cepat. Semua obyek ini dengan mudah saya peroleh pada  trip pertama masa orintasi kota (istilah yang sering saya gubakan), hari itu..

Selasa, 20 Desember 2011

PERESMIAN PASTORAN MBC BAJAWA



Tanggal 17 Desember 2011 yang lalu, Pastoran Paroki MBC Bajawa diresmikan penggunaannya oleh YM Uskup Agung Ende, Mgr. Vinsentius Sensi Potokota melalui perayaan Ekaristi Kudus yang dilanjutkan dengan pemberkatan gedung dan ramah tamah sederhana yang berlangsung di pendopo depan gedung baru tersebut. Upacara liturgi berlangsung khidmat dan dihadiri kurang lebih 800an umat yang terdiri dari undangan dan umat Paroki MBC yaitu perwakilan dari setiap KUB, ketua dan pengurus lingkungan serta ketua dan pengurus stasi se-Paroki MBC Bajawa. Misa dipimpin oleh YM Uskup Agung Ende dengan para imam konselebran Vikep Bajawa: Rm Bernadus Sebho, Pr, Pastor Paroki: Rm. Remigius Misa, Pr dan Pastor Kapelan: Rm. Albertus Ninong, Pr, serta para Pastor yang pernah bertugas di Paroki MBC antara lain: Rm. Tadeus Mitan,Pr., Rm. Efraim Pea,Pr., Rm. Silvester Betu,Pr., Rm. Paulus Sabu, Pr. dan Pastor Paroki St. Yoseph Bajawa. Pada kesempatan tersebut Yang Mulia dalam homili maupun pada saat membawakan sambutan secara terus menerus menekankan pentingnya kepada semua umat Paroki MBC untuk memaknai arti sebuah pastoran sebagai sarana untuk membantu pelayanan Gereja dalam berbagai fungsi pelayanannya. "Rumah sebagai sarana pelayanan Allah sangat membutuhkan kedamaian dan keterbukaan sehingga siapa saja yang datang dapat merasakan sungguh Roh Allah yang mendiami rumah tersebut dalam segala situasi dan waktu,"demikian disampaikan Bapa Uskup . Ditambahkan Yang Mulia bahwa pastoran yang baru tersebut merupakan bentuk nyata dari keterlibatan umat dalam karya besar Gereja untuk menyelamatkan umat manusia. Dan untuk itu sebagai pemimpin Gereja Lokal Bapa Uskup menyampaikan terima kasih kepada umat Paroki MBC dan segenap donatur yang telah mengambil bagian dalam pembangunan pastoran yang baru tersebut.
Acara kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah sederhana yang dipandu oleh Bpk. Wilson Siga, sebagai pembawa acara yang dibingkai dalam suasana Masa Adventus. Hadir juga pada kesempatan tersebut adalah Bupati Ngada yang diwakili oleh Asisten II Sekda Ngada, Bpk. Drs. Herman Say Wea yang juga turut membawakan sambutan. Secara historis, pembangunan Pastoran MBC Bajawa yang baru tersebut juga mendapat dukungan penuh dari Pemda Ngada sejak dimulainya pembangunan pada Tahun 2007 dengan partisipasi langsung melalui sumbangan tiang dari setiap SKPD di lingkup Pemda Ngada. Tercatat 52 tiang berhasil dibangun dengan dana yang berasal dari bantuan tersebut. Hal ini terungkap dari sambutan Ketua Panitia, Bpk. J. J. Doresiu yang secara mendetail meriwayatkan sejarah pembangunan gedung pastoran sejak awal dengan menyebutkan pelakon-pelakon yang berperan didalamnya sejak perencanaan hingga selesainya pembangunan. Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penandatanganan prasasti peresmian gedung oleh YM Uskup Agung Ende dan penandatanganan berita acara penyerahan gedung pastoran yang lama dari pastor Paroki MBC kepada Vikep Bajawa yang disaksikan oleh Uskup Agung Ende. Acara ini didahului dengan pembacaan naskah peresmian dan berita acara oleh Bpk. Gordius Woltman Tuga.
Sehari sebelumnya tanggal 16 Desember 2011, dilakukan ritual adat peresmian gedung dengan upacara "zia ura ngana" yang dilakukan oleh Bpk. Dominikus Nanga yang dihadiri oleh Bapa Uskup dan seluruh fungsionaris pastoran Paroki MBC dengan berpakaian adat lengkap. Acara ini diakhiri dengan "ka sui menghe" atau makan bersama dengan menggunakan "wati" sebagai tempat makan. Seluruh peralatan makan yang digunakan adalah peralatan makan adat seperti "wati", "sea tua" dll. Di sela-sela acara ritual adat tersebut sambil menunggu hewan kurban diproses oleh seksi konsumsi, diadakan dialog antara Bapa Uskup, Romo Vikep, Romo Efraim Pea dengan semua fungsionaris pastoran Paroki MBC yang hadir. Acara ini berlangsung hampir 3 jam. Hadir juga pada kesempatan tersebut perwakilan umat dari Paroki St Longginus Wolowio yang dikomandani oleh Pastor Paroki Rm. Mans Aji, Pr.
Gedung yang berlantai dua dengan kurang lebih 20 ruang tersebut terlihat berdiri megah di samping Gereja MBC Bajawa. Gedung yang dirancang oleh Bpk. Elto Goru ini menelan biaya keseluruhan sebanyak 2,4 miliar rupiah dengan lama waktu pembangunannya 4 tahun lebih. Sejak awal pembangunannya terkesan tersendat-sendat karena beratnya beban pembiayaan sehingga kontaktor pelaksananyapun berganti-ganti. Terakhir, gedung ini ditangani dengan baik sekali oleh Bapak Toni Tansatrisna, yang oleh pengamatan penulis bekerja dengan sepenuh hati. Terima kasih Bapak Toni. Proficiat Umat paroki MBC....

Rabu, 23 November 2011

1 ABAD SDK TANALODU BAJAWA

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE)

PERAYAAN 1 ABAD SDK TANALODU BAJAWA

1912 - 01 Agustus – 2012

1. Pendahuluan

a. Umum

Keberadaan Sekolah Dasar Katolik Tanalodu (SDK) Tanalodu yang sebentar lagi akan mencapai umur satu abad merupakan suatu perjalanan panjang dari dunia pendidikan yang ada di Kabupaten Ngada yang kita cintai. Dari perjalanan panjang ini terdapat banyak sekali nilai yang akan dipetik dari segala yang terjadi selama masa-masa itu. Bagi SDK Tanalodu perjalanan selama 1 abad harus disyukuri dalam bentuk perayaan dan kegiatan pendukung, karena 1 abad merupakan kesempatan emas untuk melakukan kilas balik dan sejenak menoleh kembali ke visi dasar pembentukan pendidikan di Kabupaten Ngada, keberhasilan dan kegagalan yang dialami serta pelakon istimewa dalam perjalanan hidup SDK Tanalodu. Kisah-kisah perjalanan ini merupakan sejarah yang sangat bermanfaat bagi anak cucu agar mereka yang lahir kemudian dari kita dapat mengetahuinya bagaimana perjalanan perjuangan pendidikan serta apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh itu dan peristiwa lain yang terjadi sejak SDK Tanalodu ini sejak berdiri pada tahun 1912.

Sejarah SDK Tanalodu bermula sampai akhir abad ke-19, Belanda yang menjajah Indonesia sejak abad ke-16, sama sekali tidak memperhatikan pendidikan bangsa Indonesia. Melalui politik “ Tanam Paksa ”, kekayaan bumi Indonesia dikeruk sepenuhnya untuk kepentingan Belanda tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat pribumi.

Banyak kalangan, termasuk sebagian bangsa Belanda sendiri, mengecam penjajahan Belanda yang sangat menyengsarakan rakyat Indonesia. Seorang Belanda, Conrad van Deventer mengusulkan agar pemerintah Belanda membangun pendidikan, irigasi dan transmigrasi yang dikenal dengan “ Trilogi van Deventer ” sebagai bentuk balas budi kepada bangsa Indonesia yang lama terjajah.

Pemerintah Belanda akhirnya melaksanakan “ Politik Etis ” yaitu politik balas budi kepada bangsa Indonesia, antara lain dengan membangun pendidikan bagi bangsa Indonesia. Pada tahun 1890 Pemerintah Belanda menetapkan peraturan mengenai subsidi pendidikan yang mulai berlaku di Hindia Belanda pada tahun 1895.

Meskipun demikian, orientasi kebijakan pendidikan di Hindia Belanda tetap demi kepentingan penjajahan Belanda. Pendidikan di Hindia Belanda dipisahkan antara pendidikan barat bagi orang Belanda dan pendidikan bumi putera bagi orang Indonesia. Pendidikan bumi putera hanya bisa diikuti oleh kalangan menengah ke atas, sedangkan rakyat biasa kurang memperoleh kesempatan. Anak bangsawan disekolahkan ke negeri Balanda untuk menambah kesetiaannya kepada penjajah Belanda.

Agar pendidikan dapat menjangkau rakyat biasa, terutama wilayah yang sulit dijangkau oleh pemerintah Hindia Belanda seperti di Indonesia Timur termasuk Flores, maka pada tahun 1905 pemerintah Belanda menyerahkan usaha pendidikan juga kepada Misi Katolik dan Zending Protestan yang ketika itu sudah menjangkau wilayah-wilayah terpencil.

Kebijakan pemerintah Belanda tersebut bagaikan gayung bersambut bagi para Misionaris Katolik di Flores. Sebenarnya pendidikan di Flores sudah dimulai pada tahun 1862 dengan dibangunnya sekolah pertama di Larantuka oleh Misionaris Jesuit, kemudian menyusul sekolah putera berasrama di Maumere pada tahun 1874 dan sekolah puteri berasrama pada tahun 1879 dan 1890 juga di Maumere. Agar pendidikan melalui persekolahan berjalan lebih baik dan sejalan dengan kebijakan pemerintah Belanda yang menyerahkan usaha pendidikan juga kepada Misi, maka setelah melalui serangkaian pertemuan, yang pertama di Lela pada 11 Pebruari 1911 dihadiri oleh Residen Kupang, Controleur Hens dari Ende, tuan Lulofs sebagai penasihat pemerintah, Pater Hoeberechts,SJ dan Pater Looijmans,SJ, dan diikuti pertemuan kedua di Larantuka pada bulan Juni 1911, dibentuklah “ School Vereniging Flores ” atau Panitia Persekolahan Flores yang berkedudukan di Larantuka dengan direkturnya Pater Hoeberechts,SJ dan sekretaris Pater van der Velden, SJ. Pembentukan Panitia Persekolahan Flores tersebut merupakan bentuk kerja sama antara pemerintah Hindia Belanda dengan para Misionaris Katolik untuk membangun pendidikan di Flores. Hal ini tergambar jelas dalam beberapa ketentuan mengenai organisasi dan kegiatan Panitia Persekolahan Flores yaitu :

- Controleur atau Gezaghebber bertugas mencari tempat yang sentral dan tampan untuk membuka sekolah bagi satu atau beberapa desa / kampung.

- Kepala desa / kampung dan rakyat dikerahkan untuk membangun gedung sekolah dengan bahan-bahan lokal, juga kalau mungkin membangun sebuah asrama untuk menampung anak-anak yang berasal dari tempat yang jauh. Rakyat juga membangun rumah guru.

- Rakyat harus membayar pajak sekolah. Pajak itu diserahkan oleh raja kepada Controleur. Controleur membayar gaji bulanan kepada guru sesuai peraturan gaji yang ditetapkan oleh Sekretaris Panitia Persekolahan Flores di Larantuka.

- Hanya Sekretaris Panitia Persekolahan Flores yang dapat mengangkat, memecat dan memindahkan guru-guru. Segala macam keluhan para guru ditujukan kepada Sekretaris Panitia Persekolahan Flores yang bertugas untuk mengatasinya.

Dengan kebijakan tersebut, Panitia Persekolahan Flores bersama pemerintah dan masyarakat mulai membangun sekolah-sekolah Katolik di masing-masing wilayah. Pater van der Velden bertugas mengurus sekolah di wilayah Flores Timur, Ende, Ngada dan Manggarai. Panitia Persekolahan Flores Wilayah Ngada bersama masyarakat dan pemerintah (Controleur Hens) mendirikan Sekolah Rakyat yang pertama di Bajawa yaitu SRK Bajawa (sekarang SDK Tanalodu) pada tahun 1912 dan SRK Boawae di Boawae pada tahun 1913.

b. Latar Belakang

- 1 Abad Pendidikan di Kabupaten Ngada merupakan wujud karya penyertaan Tuhan dalam perjalanan pelayanan pendidikan. Oleh karenanya, karya Tuhan itu harus disyukuri oleh segenap komponen untuk memaknai karya pendidikan yang sedang berlangsung saat ini.

- SRK Bajawa (SDK Tanalodu) yang didirikan sejak Tahun 1912, menjadi sekolah pertama di Kabupaten Ngada, juga menjadi lembaga pendidikan pertama yang mengilhami terbentuk semua sekolah di Kabupaten Ngada bahkan Flores.

- Sebagai momentum strategis untuk merefleksi dan merencanakan pembangunan pendidikan yang berkualitas ke depan bagi semua karya pendidikan di wilayah ini.

c. Thema :

Bersyukur dan Evaluasi Diri dalam Dinamika Medan Abdi, Tetap Berkarya dan Baharui Diri untuk Membebaskan dan Memberdayakan Pendidikan Melalui Semangat Injili, Mandiri, Solider dan Misioner

2. Kegiatan Yang Dilaksanakan :

a. Pra Perayaan :

1) Gerakan Sejuta Pohon Multi Fungsi untuk semua sekolah Kabupaten Ngada.

2) Sagusapo (Guru) dan Lomba Taman Indah (Siswa).

3) Lomba Pidato/Karangan tentang Lingkungan Hidup.

4) Lomba Sekolah Sehat.

5) Lomba Guru Teladan (TK, SD, SMP, SMA/Kejuruan).

6) Lomba Paduan Suara (Guru dan Siswa).

7) Lomba MIPA.

8) Katakese Umat (Seluruh KAE).

9) Penulisan Buku.

- Kelanjutan Pendidikan Nilai Edisi 2.

- Kenangan 100 Tahun Pendidikan dan Sekolah Katolik.

10) Konser Bersama Ibu Vero.

11) Jalan Sehat dan Marching Band.

12) Pertandingan Volly SD sampai SMA/K (Siswa dan Guru).

13) Motivasi Sadar Pendidikan Oleh Motivator dari Malang (Seminar).

14) Lomba Ja’I dan Dero Kreasi.

15) Pembangunan Prasasti

16) Perbaikan Drainase.

b. Puncak Perayaan :

1) Perayaan Ekaristi

2) Penandatangan Prasasti

3) Launching :

- Gerakan Rp. 5000 alumni

- Pembangunan Laboratorium Bahasa dan Komputer

- Peletakan Batu Pertama Kantor YASUKDA

- Buku Kenangan 1 Abad dan Pendidikan Nilai Edisi 2.

c. Pasca Perayaan :

1) Pembangunan Kantor Yasukda.

2) Pembangunan Laboratorium.

3) Pembangunan WC Sekolah.

4) Pemeliharaan Lanjutan Pohon-pohon dan taman-taman Sekolah.

5) Pembentukan Korps Alumni SDK Tanlodu.

6) Pembentukan Grup Band Guru.

3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Pelaksanaan perayaan 1 abad SDK Tanaludu dimaksudkan untuk memberikan perhatian terhadap nilai perjuangan dan pengalaman dalam mengelola pendidikan selama 1 abad di Kabupaten Ngada.

b. Tujuan

- Sebagai wujud syukur bagi segenap civitas Pendidikan di SDK Tanalodu/Kabupaten Ngada.

- Untuk meneguhkan komitmen kebersamaan dan kekeluargaaan serta meningkatkan semangat berkarya dalam membangun pendidikan.

- Momentum reflektif terhadap realitas kekinian semua sekolah di wilayah ini serta untuk menajamkan visi pembaharuan pendidikan ke depan.

4. Tempat pelaksanaan Kegiatan :

Pusat perayaan 1 abad SDK Tanalodu akan dilaksanakan di SDK Tanalodu dengan kegiatan pendukungnya akan dilakukan di semua sekolah baik negeri dan swasta di Kabupaten Ngada sesuai arahan kegiatan yang dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah tersebut.


==Panitia Perayaan 1 Abad SDK Tanalodu Bajawa===