Selasa, 26 Maret 2013

TELAAH PERNYATAAN PANGDAM DIPONEGORO ATAS KASUS PENYERANGAN LAPAS CEBONGAN JOGJAKARTA

Mayor Jenderal Hardiono Saroso Panglima Kodam IV Diponegoro menegaskan penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (23/3/2013) dinihari tidak ada hubungannya dengan Satuan Kopassus.

"Pelaku adalah kelompok tidak dikenal, dan tidak ada hubungannya dengan Kopassus," kata Hardiono di Lapas Sleman, seperti dilaporkan Antara. (Dia sangat mengetahui bahwa yang menyerang adalah kelompok tak dikenal). Ada kelompok tak dikenal di bawah ketiaknya tetapi  dia sendiri  lagi tidur nyenyak.

 Pernyataan  yang disampaikan dengan sangat emosional dan tergesa-gesa ini memperlihatkan kepada kita bahwa beginilah orang Indonesia kalau lagi punya kuasa. Orang ini merasa dirinya adalah orang paling berkuasa di dunia ini, paling tahu semua hal yang terjadi di dunia ini dan paling pintar sendiri. Luar biasa!!!!  Kesan ini sangat kuat kita tangkap dari caranya memberi pernyataan, kalimat yang digunakan dan materi pernyataan yang seakan-akan tidak ada lagi orang lain yang berada di sekitarnya.

Pandangan sepihak ini sengaja saya ungkap karena secara normatif saya merasa ada yang janggal dari semua pernyataan yang disampaikan Sang Jenderal.  Pertama, Sang Jenderal terlalu dini menyimpulkan bahwa yang menyerang itu bukan bawahannya. Logikanya, mengapa kalau bukan bawahannya yang punya ulah,  Bapak Jenderal begitu sibuk memberikan pernyataan bantahan yang tak berdata itu. Adakah para pihak yang telah menuduh Sang Jendral  sebelum  memberikan pernyataan itu? Kalau memang ada, tarik dia dan usut!!! Polisi saja yang tupoksinya jelas untuk itu terkesan sangat hati-hati memberikan keterangan tentang kasus ini.  Kedua,   Sang Jenderal ketika memberikan pernyataan terlihat sangat emosional. Tanggapan atas pertanyaan media yang biasa-biasa saja, dijawab dengan nada dan suara yang tinggi serta mendominasi pembicaraan. Ini lagi-lagi menyiratkan kepada kita bahwa sikap Sang Jenderal yang satria itu sangat tidak nampak. Adakah Sang Jenderal sudah divonis bersalah atas kasus ini? Ketiga, pada setiap sesi pernyataan, Sang Jenderal selalu menyampaikan kata-kata ancaman untuk tidak menggaggu anggotanya.  Konteks masalah yang sedang terjadi adalah penyerangan lapas bukan pembunuhan  Briptu Santoso.  Terlalu latah mengait-ngaitkan pembunuhan Briptu Santoso dengan penyerangan lapas.  Dari sejumlah kesan yang tertangkap publik dari cara dan materi pernyataan yang disampaikan jelas terlihat bahwa Sang Jenderal bisa disangkakan terdapat  hubungan antara hal yang dibantahkan dengan masalah ini. 

Rakyat telah melihat semuanya. Apa yang telah terjadi pada Briptu Santoso juga menjadi duka kita semua.  Namun seyogyanya semua pemimpin melihat ini sebagai persoalan yang harus dicari jalan keluarnya bukan malah menambah-nambah pelik persoalan. Pertanyaan kritis yang ingin saya utarakan di mana profesionalitas para pembela negara yang selama ini sudah sangat dicintai rakyatnya? Masih adakah kekuatan yang tersisa jika kita mendapat cobaan invasi dari pihak luar. Kalau keadaan peminpin seperti ini, dapat dipastikan kita akan menyerah sebelum bertempur......!!!!