Selasa, 18 Oktober 2016

JESICA DAN HAKIKAT KEADILAN (Helo DARMAWAN SALIHIN)

                           Sidang pengadilan untuk menjerat Jesica Kumala Wongso yang terus bergulir dalam proses panjang yang melelahkan telah memasuki tahap puncak.  Hingga saat ini dakwaan yang ditujukan kepadanya sepertinya semakin sulit untuk membuktikan bahwa Jesicalah pelakunya. Banyak sudah para ahli yang dihadirkan. Banyak pula pendapat dan kesimpulan yang diutarakan oleh para ahli tersebut. Parodi keadilan yang dipertontonkan justru menghasilkan  kebingungan baru yang tentu saja menjadi sulit bagi hakim untuk membuat kesimpulan. Kondisi ini justru menghasilkan rekaman perilaku hukum para penegak hukum yang tentu saja kurang menghadirkan kualitas beracara yang semestinya digunakan dalam seluruh rangkaian proses peradilan kasus ini. Jaksa yang diberi mandat negara untuk memastikan kebenaran materil dari dakwaan terlihat seperti kurang mendalami keseluruhan materi dakwaannya. Saksi yang dihadirkan serta bukti-bukti yang disampaikan terkesan terlalu memaksa. Hingga detik ini Jesica masih mampu mengelak seluruh tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
                          Kondisi yang kita saksikan saat ini bagi saya adalah sebagai akibat dari proses awal yang terkesan terlalu gegabah dalam penanganan kasus ini oleh penegak hukum. Fakta telah terjadi insiden  di area publik yang seharusnya gampang mendapatkan saksi, menemukan bukti dan kalau saja konsisten pada standar penanganan kasus yang ditentukan menjadi asal muasal kepeningan yang dirasa oleh semua yang terlibat dalam proses sidang saat ini. Penetapan Jesica sebagai terdakwa tunggal pasca kejadian, menurut saya merupakan hal pemicu yang tidak mendasar dan terkesan memaksa. Bagaimana mungkin, dengan bukti dan saksi yang masih samir Krishna Mukti dan jajarannya berani menetapkan terdakwa secara meyakinkan. Hanya  ada dua fakta persidangan yang sering digunakan untuk menuntut sesorang dalam kasus. Pertama adalah saksi dan kedua adalah alat bukti. Saksi bisa termasuk pelaku yang diperkuat oleh saksi lain yang dimintai keterangan.
                        Dari perkembangan kasus, terungkap bahwa   tidak satupun saksi yang menyaksikan  Jesica memasukan bubuk sianida mematikan tersebut dalam kopi vietnam di Oliver Cafe.  Banyak orang yang hadir saat itu, tidak satupun yang mampu dimintai oleh penyidik untuk memberikan kesaksian tentang kasus ini. Dan rekaman CCTV yang diandalkan itu tidak juga mampu secara meyakinkan membuktikan adanya proses memasukkan bubuk sianidan ke dalam kopi maut tersebut. Fakta lain adalah kehadiran Darmawan Salihin ayah almarhumah Mirna yang cerewet itu. Bak harimau lapar yang mengekspresikan sikap perlindungan dan pembelaan yang paripurna bagi anak kesangannya membuat pria ini terkesan mendominasi seluruh rangkaian acara penyelidikan terhadap kasus ini yang hasilnya tentu saja telah kita saksikan dalam proses persidangan. Kata-katanya tajam dan menggurui. Cara menyampaikannya  cendrung emosional dan meledak-ledak. Dia  fasih memberikan keterangan meyakinkan tentang runutan kejadian dan kesimpulan-kesimpulan berani yang cerdas.  Dari gaya bicara dan penampilannya seakan dia hadir saat kejadian. Dan saya justru tidak melihat sedikitpun tentang perasaan kehilangannya.
                      Dengan menetapkan secara prematur Jesica Kumala Wongso sebagai tersangka tunggal pembunuhan Mirna, otomatis energi seluruh tim penyidik terkonsentrasi kepada Jesica. Seluruh hal tentang Jesica dibedah secara maksimal. Jesica benar  ditelanjangi bulat-bulat sejak saat itu. Masa lalunya, rekam jejaknya tidak satupun dilewatkan. Kondisinya saat inipun juga menjadi santapan empuk pembedah kasus. Bahkan dari cara mereka berteori seakan apa yang terjadi oleh Jesica ke depan sudah dapat mereka ungkapkan. Sungguh hebat sekali kerja mereka. Jelas dan mendetail sekali. Segala sesuatu tentang Mirna pasti terang benderang. Pertanyaannya benarkah perjalanan kasus ini bergulir apa adanya?
                      Ketika konsentrasi pendalaman kasus terlalu terkonsentrasi pada Jesica menyebabkan seluruh materi pengungkapan kasus tertuju kepada Jesica. Peran para pihak lain yang juga secara ruang waktu dan tempat juga bisa berpeluang dilakukan oleh orang lain di luar Jesica praktis tidak diperhatikan. Banyak sekali kemungkinan pihak lain juga ikut terlibat. Dari perjalanan pembuatan kopi hingga berada di tangan Jesica, adalah ruang kemungkinan yang bisa ditelusuri dan didalami. Pertanyaannya kenapa hanya Jesica saja yang dituduh padahal masih ada Rangga, Masih ada Hany. Jika seluruh rangkaian metode pengungkapan kasus termasuk hal-hal tambahan yang ditimpakan kepada Jesica dilakukan juga pada pihak lain itu, saya kira proses pengungkapan kasus menjadi lebih seimbang dan adil.  Poin inilah yang menjadi pertimbangan kami sebagai awam melihat perjalanan kasus ini seperti ada skenario lain yang tidak terungkap tetapi memperlihatkan sinyal kuat ke arah sana.
                      Bahwasanya jika Jesica benar sebagai pelaku pada akhirnya harus dibuktikan dengan bukti-bukti pendukung dan keterangan saksi yang valid. Dinamika persidangan yang disaksikan menunjukan proses penyidikan dan penyelidikan serta hasil-hasilnya yang dilaporkan terkesan sangat dipaksakan. Aneh bin ajaib, ketika kesimpulan yang dibuat secara meyakinkan berasal dari teori-teori yang tentu saja merupakan pengalaman orang lain yang direkatkan ke kasus ini justru menjadi pertimbangan utama penuntutan. Psikologi seseorang tidak menjadi dasar untuk menyimpulkan penyebab tindakan seseorang. Karena situasi bathin manusia tidak permanen dan sangat bergantung pada situasi tertentu yang dialami seseorang pada saat itu. Lain soal jika orang itu adalah orang gila  karena psikologi orang gila bisa langsung disimpulkan dan biasanya bersifat permanen.
                            Terhadap fakta ini, hal-hal yang diungkapkan oleh Darmawan Solihin sejak awal yang dengan tegas telah menyimpulkan tanpa pendasaran yang kuat bahwa Jesicalah pembunuh Mirna adalah materi utama yang dilimpahkan penyidik ke jaksa penuntut umum. Hal-hal yang direkatkan sebagai materi pendukung yang selanjutnya dianggap sebagai bukti-bukti itu adalah sesuatu yang diambil ambil secara paksa untuk melegalkan kesimpulan itu. Bagaimanapun, kesimpulan yang buru-buru dan mendasar itulah yang tidak dapat kami terima sebagai landasan materi pengungkapan kasus. Saya justru melihat, kelatahan dan vokalnya Darmawan Salihin mengindikasikan ada keterkaitan antara meninggalnya Mirna dengan hal tersebut, Sekali lagi walaupun kesimpulan ini dangkal dan tak mendasar tetapi psikologi ayah yang kehilangan anak tidaklah seperti yang Darmawan Solihin tunjukkan. Bahkan justru sebaliknya dia bisa disangkakan menjadi penyebab kematian anaknya sendiri.